Cemilan Rabu, Komunikasi Produktif, Komunikasi Efektif
Friday, June 02, 2017
Bismillah..
*Cemilan Rabu #1*
31 Mei 2017
*Komunikasi Produktif, Komunikasi Efektif*
Seberapa pentingnya komunikasi?
Dari komunikasi, orang dewasa dan anak-anak belajar tentang agama, values,
dan sebagainya. Komunikasi juga menentukan konsep diri anak/ _self concept_
yang nantinya akan menentukan harga diri/ _self value_ dan percaya diri/ _self
confidence_ anak. Inilah mengapa materi Komunikasi Produktif menjadi awal dari
segala materi.
Kunci dalam komunikasi ialah
*perasaan*. Jika ingin nasehat atau
pesan kita diterima oleh orang lain terutama anak kita, yang diperlukan ialah
memahami perasaannya terlebih dahulu. Karena pada dasarnya, manusia memiliki
lima kebutuhan dasar dalam komunikasi yaitu agar perasaannya Di dengar, Di
kenali, Di terima, Di mengerti, dan Di hargai (5D) yang merupakan kunci
komunikasi.
Kadang secara tidak sengaja kita
salah berbicara kepada anak untuk mendapatkan hasil instan (misal: agar anak
cepat diam dari tangisnya). Kesalahan Komunikasi ini menimbulkan dampak yang
disebut dengan *Verbal Abuse*, meski terjadi secara tidak sengaja tetapi hal
ini dapat merusak jiwa anak dan efeknya baru terlihat dalam jangka panjang.
Berikut akibat kesalahan
komunikasi pada anak:
♻ Melemahkan konsep diri
♻ Membuat anak diam, melawan,
tidak perduli, sulit diajak kerjasama
♻ Menjatuhkan harga dan
kepercayaan diri anak
♻ Kemampuan berfikir menjadi
rendah
♻ Tidak terbiasa memilih dan
mengambil keputusan bagi diri sendiri
♻ Iri
♻ Menjadi generasi yang BLAST
(teori Mark Kaselmen) merupakan singkatan dari Boring-Lonely-Angry/Afraid-Stress-Tired
yang akhirnya mengakibatkan beberapa penyimpangan sosial.
Selain kata-kata, yang harus
diperhatikan dalam berkomunikasi ialah bahasa tubuh. *“Action is louder than
words”*
Lalu bagaimana cara berkomunikasi
yang baik, benar dan menyenangkan pada anak ? (Langkah-langkah berikut ini pada
dasarnya bisa digunakan kepada siapa saja lawan bicara kita)
1. Jangan bicara tergesa-gesa
Siapa yang tidak pernah merasa
bahwa waktu “sempit” atau “sedikit”? Tapi bicara tergesa-gesa akan membuat
pesan yang kita sampaikan gagal diterima otak anak. Hindari bicara
tergesa-gesa, apalagi sambil marah-marah dengan muka garang tanpa senyum.
Bahkan jika bisa, cobalah tersenyum. Senyum dapat mengaktifkan hormon seretonin
yang membuat kita merasa senang. Ingat, jika perasaan senang, otak bisa
menyerap lebih banyak!
2. Ingat: Setiap pribadi unik
Hargai setiap pribadi lawan
bicara kita. Allah telah menciptakan setiap manusia unik dan berbeda-beda
(lihat QS 3:6), maka jangan samakan dirinya dengan kita apalagi orang lain.
3. Kenali diri sendiri dan anak
Kebanyakan orang yang belum
mengenal diri masih terpaku dengan rutinitas.
Masih ingat aktifitas dinamis?
Orang yang telah banyak mengelola aktifitas dinamis bisa jadi telah lebih dulu
mengenal siapa dirinya (be do have). Sehingga mereka cenderung mudah memanage
diri, waktu dan kondisi di sekitar mereka.
Karena itu, ambillah waktu untuk
mengenali diri sendiri dan anak atau siapapun orang terdekat kita. Dengan lebih
mengenal anak, akan lebih mudah kita berkomunikasi dengannya. Sisihkan waktu
tertentu untuk bisa berduaan hanya dengan anak/pasangan.
4. Pahami perbedaan _needs_ dan _wants_
Setiap pribadi unik, begitu juga
dengan kebutuhan (needs) dan kemauan (wants) -nya. Bedakan
kebutuhan dan kemauan kita dengan anak. Misalnya, anak mau bermain terus, namun
ia butuh mandi atau makan. Coba pahami kemauannya, selami dunianya, baru
kemudian beritahu anak apa yang sesungguhnya menjadi kebutuhannya.
5. Pahami “Masalah Siapa?”
Siapa yang sebenarnya memiliki
masalah? Saya atau anda? Kadang, kita mencampurkan masalah kita dengan orang
lain, atau masalah orang lain dengan kita. Sebelum berkomunikasi, analisa
siapakah yang bermasalah? Apakah perlu dibantu atau tidak? Misal ketika anak
dihadapkan pada suatu masalah, ini adalah kesempatan anak untuk berpikir,
memilih, dan mengambil keputusan (BMM). Jika anak dibimbing untuk membuat
pilihan dan mengambil keputusan, ia akan tumbuh menjadi anak yang mandiri dan
bertanggung jawab.
6. Baca bahasa tubuh
Bahasa tubuh lebih nyaring dari
kata-kata. Dalam komunikasi 55% berisi bahasa tubuh, 38% nada suara dan sisanya
hanya 7% yang ditentukan oleh kata-kata. Karena itu, bahasa tubuh tidak pernah
bohong. Baca bahasa tubuh anak untuk mengerti apa yang ia rasakan.
7. Dengarkan Perasaan
Kunci komunikasi ialah perasaan.
Maka cobalah dengar perasaannya dengan menebak apa yang sedang ia rasakan dari
bahasa tubuhnya. Misalnya, “Adik sedang kesal/marah/jengkel ya?”, “Adik sedih
ya karna mainannya hilang?”. Dengan menerima perasaan anak, anak mau membuka
diri, mengeluarkan emosi dan masalahnya. Dengan mengetahui apa masalahnya, kita
dapat membantu anak untuk menyelesaikan masalah tersebut.
8. Mendengarkan dengan aktif
Jadilah cermin ketika anak
bercerita tentang masalahnya. Tunggu dan eksplore perasaannya hingga tuntas,
dan berikan respons yang sesuai seperti, “Oooh.. Begitu ya?” “Terus?” “Kamu
kesal sekali ya?”. Sediakan ruang bagi emosinya. Jika emosinya sudah mengalir,
maka korteks otaknya siap bekerja. Selanjutnya, anak akan lebih mudah menerima
informasi dan pesan dari kita.
9. Hindari 12 gaya populer (parenthogenic)
Tanpa kita sadari, secara turun
temurun 12 gaya komunikasi ini sering kita gunakan dalam percakapan
sehari-hari. Ketika anak sedang atau tidak bermasalah pun, jika kita sering
meresponnya dengan menggunakan 12 gaya populer ini, anak akan merasa TIDAK
percaya dengan emosi atau perasaannya sendiri.
Berikut ialah contoh-contoh 12
gaya populer:
1⃣Memerintah,
contoh: “Mama tidak mau dengar
alasan kamu, sekarang masuk kamar dan bereskan kamarmu!”
2⃣Menyalahkan,
contoh: Ketika anak tidak bisa
mengerjakan soal PRnya, ayah berkata, “Tuh kan. Itulah akibatnya kalau kamu
tidak mendengarkan Ayah dan malas belajar”
3⃣Meremehkan,
contoh: “Masak pakai sepatu
sendiri saja tidak bisa, bisanya apa dong Kak?”
4⃣Membandingkan,
contoh: “Kok kamu diminta naik ke
panggung saja tidak mau sih Kak, tuh lihat Andi saja mau”
5⃣Memberi
cap,
contoh:”Dasar anak bodoh, disuruh
beli ini saja salah!”
6⃣Mengancam,
contoh: “Kalau kamu tidak mau
makan lagi, kamu tidak akan dapat uang jajan selama seminggu!”
7⃣Menasehati,
contoh: “Makanya, kalau mau makan
cuci tangannya dulu, nak… Tangan kan kotor banyak kumannya…”
8⃣Membohongi,
contoh: “Disuntik tidak sakit kok
nak, seperti digigit semut aja kok”
9⃣Menghibur,
contoh: Ketika adik menemukan
bahwa es krim nya dimakan oleh kakaknya tanpa sepengetahuannya, bunda berkata,
“Sudah ya sayang, besok bunda belikan lagi es krimnya, lebih enak dari yang
dimakan kakak tadi”
🔟Mengeritik,
contoh: “Lihat tuh! Masak
mengepel masih kotor dimana-mana begitu. Mengepelnya yang benar dong!”
1⃣1⃣Menyindir,
contoh: “Hmmm… Pintar ya? Sudah
mandi, sekarang main tanah dan pasir lagi”
1⃣2⃣Menganalisa,
contoh: “Kalau begitu, yang
mengambil bukumu bukan temanmu, mungkin kamu tinggalkan di tempat lain…”
Aha! makin banyak yang harus kita
perbaiki ya, ayo lanjutkan tantangan 10 hari teman-teman, dengan kualitas
komunikasi yang semakin bagus.
10. Gunakan “Pesan Saya”
Jika kita yang memiliki masalah
terhadap anak, gunakanlah “pesan saya” atau “i-message” yaitu dengan:
“Ayah/Ibu merasa …. (isi perasaan
kita) Kalau kamu …. (isi perilaku anak) Karena… (isi konsekuensi terhadap diri
sendiri/orangtua/orang lain”
Contoh: “Ayah merasa marah kalau
kamu tidak mendengarkan ayah bicara karena itu membuat ayah merasa tidak
berharga“.
“Pesan saya” memisahkan antara
masalah dengan diri anak. Bedakan dengan “pesan kamu”. Pesan kamu menggunakan
kamu (yaitu anak) sebagai subjek masalah misalnya, “Kamu tidak pernah
mendengarkan ayah!“. Dalam “pesan kamu”, anak tidak bisa membedakan mana
masalahnya dan mana dirinya. Hal tersebut jika terus menerus dapat melemahkan
konsep diri anak.
/Tim Fasilitator Bunda Sayang 2/
Sumber Informasi:
_Catatan Seminar Elly Risman,
artikel_
_Cemilan Rabu Bunda Sayang Batch
#1_
0 komentar